Beranda Sejarah Ince Ami

Sejarah Ince Ami

Hj. Ince Ami, atau yang karib disapa Ite, adalah salah seorang istri dari pendiri Yayasan Pendidikan Islam Alkhairaat, Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua). Dari sisi peran, sosok Ite tak ubahnya Sayyidah Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW.

Sayyidah Khadijah adalah seorang bangsawan yang seluruh kekayaannya diwakafkan kepada Rasulullah untuk perjuangan agama Islam. Dua per tiga kekayaan Kota Mekkah adalah milik Khadijah. Namun mejelang wafat Khadijah tidak memiliki kain kafan yang bisa digunakan untuk menutupi jasadnya. Hingga turunlah malaikat Jibril membawakan kain kafan untuk Sayyidah Khadijah. Seperti Khadijah yang berperan besar dalam dakwah Rasulullah SAW dan penyebaran agama Islam, Ite adalah perempuan pertama di Lembah Palu yang berjasa dalam pendirian Alkhairaat dan pengembangan madrasahnya.

Ince Ami merupakan salah satu perempuan bangsawan di Tanah Kaili, khususnya Lembah Palu (Kota Palu), yang mempunyai harta kekayaan berlimpah. Perjuangan Ite dalam mengembangkan Alkhairaat dimulai dari menjadikan rumahnya sebagai asrama bagi para pelajar di Alkhairaat, tanpa ada pungutan biaya.

“Rumahnya Ite itu dua lantai. Lantai bawah untuk tempat tinggal laki-laki, sedangkan perempuan tinggal diatas bersama Ite dan Guru Tua,” ungkap Habib Salim Bin Syeh Abu Bakar (Habib Mem).

Setelah lahirnya dua putri beliau, Syarifah Sidah binti Idrus Aljufri dan Syarifah binti Idrus Aljufri, muncul keinginan Guru Tua untuk membangun sekolah atau madrasah Alkhairaat dan membawa kedua keponakannya serta istri Guru Tua, Syarifah Aminah Aljufri ke Lembah Palu untuk membantunya. Ite kemudian mewakafkan tanah di Jalan Sis Aljufri (Depan Hotel Palu City) dan dibangunlah madrasah pertama Alkhairaat, rumah, dan asrama bagi murid laki-laki dilokasi tanah tersebut.

“Aba saya tiga hari di rumahnya Ite, dan empat hari di ibunya dorang ustad Saggaf. Kalau hari Jumat Aba saya sholat di Masjid Jami dan makan siang bersama di rumahnya Ite,” ungkap Syarifah Sadiyah.

“Dulu namanya bukan asrama, tapi anak tinggal. Jadi yang tinggal dengan kitorang di Kampung Baru sudah perempuan semua, laki-laki tinggal sama Aba di Sis Aljufri (Jalan Sis Aljufri), termasuk Habib Ali bin Husen Alhabsyi (suami Syarifah Sidah binti Idrus Aljufri), Habib Idrus bin Husen Alhabsyi (suami Syarifah Sadiyah binti Idrus Aljufri), dan Habib Muhajir bin Husen Alhabsyi,” ujar Syarifah Sadiyah.

Setelah penamatan para siswa dan siswi Alkhairaat, Ite pun kembali mewakafkan tanah seluas 5 hektar yang saat ini dikenal sebagai Komplek Alkhairaat, untuk pembangunan Mualimin Alkhairaat, setingkat SMA. Saat ini di Tanah Wakaf (Komplek Alkhairaat) tersebut telah berdiri Panti Asuhan, MI, SD, MTS, SMP, SMA, MA, Gedung Aula Muhsinin, Gedung Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, Masjid Alkhairaat, dan sebidang rumah.

Berdirinya Mualimin Alkhairaat semakin menambah kemajuan pendidikan di Alkhairaat. Disamping makin banyaknya siswa-siswi baru dari berbagai daerah di Indonesia Timur, para lulusan Mualimin Alkhairaat juga dikirim ke berbagai daerah untuk membangun cabang madrasah Alkhairaat, bahkan menjadi tenaga pengajar di cabang-cabang Alkhairaat di kawasan Indonesia Timur.

Kesungguhan Ite dalam pendidikan di Alkhairaat mendapatkan respon positif dari pihak keluarganya. Ite yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan kerajaan di Lembah Palu dan Kerajaan Sigi, serta organisasi Sarekat Islam (SI) berbuah manis dengan semakin bertambahnya cabang-cabang madrasah Alkhairaat di Lembah Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi.

Pada era penjajahan Jepang terjadi penutupan madrasah Alkhairaat yang mengakibatkan seluruh aktivitas pendidikan di Alkhairaat harus dihentikan. Pada saat itu beberapa kegiatan belajar mengajar dilakukan dirumah Ite dengan hanya menggunakan lampu minyak.

“Waktu Jepang tutup madrasah Alkhairaat, kitorang (kami) hanya belajar dirumah. Beberapa murid senior pernah mengajar kami, salah satunya Ustad Mahfud Godal. Kalau ibu saya (Ite) memang guru mengaji.”

Ite yang memahami posisi Guru Tua sebagai juru dakwah dan pengajar tidak ingin membebani Guru Tua dengan memikirkan keadaan keluarga dirumah dan para murid yang tinggal bersama mereka. Ite pun lewat bantuan keluarganya mengupayakan bantuan dalam bentuk sembako untuk mereka dirumah.

“Saya (Syarifah Sadiyah) bersama Aba (Guru Tua) mengambil sembako naik gerobak ke Sigi, Pewunu, mengambil beras dari rumah kerabat Ite, untuk makanan orang dirumah.” ungkap Syarifah Sadiyah.

Di akhir hayatnya Ince Ami (Ite) melalui anaknya, Syarifah Sadiyah binti Idrus Aljufri meminta untuk dimakamkan disamping kubur suaminya, Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua).

Syarifah Sadiyah binti Idrus Aljufri berkata:
“Sebelum meninggal, Ince Ami (Ite) meminta izin kepada Aba (Guru Tua) untuk dimakamkan di dekat kuburnya Aba (Guru Tua). Aba saya (Guru Tua) pun mengizinkan hal tersebut.” ungkap Syarifah Sadiyah

Ince Ami wafat pada hari ke-11 bulan Ramadhan, dan dimakamkan di area masjid Alkhairaat, Komplek Alkhairaat Pusat di dekat kubur suaminya, Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua).

Lihat Juga: Sejarah Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua)